Iklan

header ads

Tunggul Ametung: Cinta, Ambisi, dan Takdir Berdarah di Balik Lahirnya Majapahit


OnePlusWeb.id –
 11 November 2025 .Di balik keagungan nama Majapahit, ada kisah tragis yang jarang diungkap dari sisi manusianya. Kisah tentang Tunggul Ametung, sang Adipati Tumapel, yang hidupnya berakhir di ujung keris, namun justru membuka jalan bagi lahirnya dinasti besar yang mengubah sejarah 


Dalam catatan kuno seperti Pararaton, Tunggul Ametung digambarkan sebagai seorang penguasa yang disegani, keras namun berwibawa. Ia memimpin Tumapel—sebuah daerah bawahan Kediri—dengan tangan besi namun berhasil membawa kemakmuran.
Rakyat mengenalnya sebagai sosok tegas, setia pada kekuasaan, dan haus akan kejayaan.


Namun, seperti banyak kisah besar lainnya, kehidupan Tunggul Ametung berubah sejak hadirnya seorang perempuan: Ken Dedes.


Ken Dedes bukan sekadar perempuan cantik. Ia putri dari Mpu Purwa, seorang pendeta bijak dari Panawijen. Dalam legenda, tubuh Ken Dedes memancarkan wahyu kebesaran—pertanda bahwa siapa pun suaminya akan menurunkan garis keturunan raja besar.


Tunggul Ametung yang mendengar kabar itu tergoda oleh takdir. Ia kemudian membawa Ken Dedes ke Tumapel dan menjadikannya permaisuri. Namun tindakan itu membuat luka mendalam bagi hati Ken Dedes, yang merasa hidupnya dirampas oleh ambisi kekuasaan.


Sejak saat itu, istana Tumapel bukan hanya penuh kemewahan, tapi juga bisikan-bisikan rahasia dan rasa dendam yang membara.


Di tengah kekuasaan Tunggul Ametung, muncullah seorang prajurit bernama Ken Arok—berani, cerdik, dan haus perubahan. Ia melihat penderitaan Ken Dedes, dan dari rasa iba tumbuh cinta.
Namun di balik cintanya, Ken Arok juga tergoda oleh cahaya takdir yang sama: wahyu kebesaran Ken Dedes.


Dengan kelicikan dan kecerdikannya, Ken Arok memerintahkan Empu Gandring membuat keris sakti untuk membunuh Tunggul Ametung. Namun, keris itu justru menjadi kutukan: “Engkau akan mati oleh keris buatanmu sendiri, dan tujuh turunanmu akan merasakan darah dari besinya,” kata Empu Gandring sebelum tewas ditusuk Ken Arok.


Keris itulah yang kemudian mengakhiri hidup Tunggul Ametung. Dalam satu malam, cinta, dendam, dan ambisi bersatu menorehkan sejarah kelam yang tak pernah 


Setelah Tunggul Ametung wafat, Ken Arok naik tahta sebagai penguasa baru Tumapel. Ia memperistri Ken Dedes dan mendirikan kerajaan Singhasari. Dari rahim Ken Dedes lahir Ranggah Rajasa, leluhur para raja Majapahit.


Artinya, dari darah Tunggul Ametung—yang tertumpah karena cinta dan pengkhianatan—lahir peradaban besar yang mempersatukan Nusantara.
Sebuah ironi yang indah: kematian satu penguasa menjadi pijakan bagi kebangkitan bangsa.


Kisah Tunggul Ametung bukan sekadar legenda kerajaan, tetapi refleksi kehidupan manusia yang abadi: tentang ambisi, cinta, dan karma.
Tunggul Ametung menjadi lambang betapa ambisi yang tak terkendali bisa mengundang kehancuran, dan bagaimana setiap tindakan meninggalkan jejak yang tak bisa dihapus oleh waktu.


Di masa modern ini, kisah itu mengingatkan kita bahwa kekuasaan tanpa kebijaksanaan akan melahirkan kehancuran, sebagaimana keris Empu Gandring yang menelan tujuh nyawa dari garis keturunan yang sama.


Hingga kini, wilayah Singosari, Malang dipercaya sebagai bekas pusat Tumapel. Beberapa situs purbakala seperti Candi Singosari dan Candi Sumberawan menjadi saksi bisu zaman ketika Tunggul Ametung berkuasa.
Di sana, legenda masih hidup dalam cerita rakyat dan ritual budaya setempat, seakan menegaskan bahwa sejarah tidak hanya ditulis dengan tinta, tetapi juga dengan darah dan air mata.


Reina 

Posting Komentar

0 Komentar