Iklan

header ads

Demokrasi Kerakyatan Dinilai Terjebak dalam Politik Kartel



Kefamenanu, Oneplus.web.id – 30 Agustus 2025 - Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kefamenanu, Apry Amfotis, menilai praktik demokrasi di Indonesia pasca-Reformasi semakin menjauh dari cita-cita kerakyatan. Menurutnya, sistem politik tanah air saat ini cenderung terjebak dalam pola “politik kartel” yang lebih mengutamakan kepentingan elite dibandingkan rakyat.


“Secara normatif, demokrasi kerakyatan menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Namun yang kita lihat hari ini, partai politik justru berperan sebagai instrumen elite, bukan lagi sebagai saluran aspirasi rakyat,” ujar Apry dalam keterangannya, Sabtu (30/8/2025).


Apry menjelaskan, konsep politik kartel pertama kali diperkenalkan oleh Richard Katz dan Peter Mair (1995). Fenomena ini terjadi ketika partai-partai politik tidak lagi bertumpu pada basis sosial rakyat, melainkan pada sumber daya negara dan kompromi elite.


“Ciri politik kartel antara lain hilangnya oposisi, kolusi antarpartai, hingga politik transaksional yang lebih mementingkan bagi-bagi kekuasaan ketimbang kepentingan publik,” jelasnya.


Ia juga mengutip analisis akademisi Kuskridho Ambardi dalam buku Mengungkap Politik Kartel (2009). Ambardi menilai, partai politik di Indonesia era Reformasi lebih suka bergabung ke pemerintahan daripada menjadi oposisi. Pola koalisi inklusif ini, kata Apry, melahirkan beberapa konsekuensi serius.


“Partai kehilangan fungsi representasi rakyat. Semua bergabung ke dalam pemerintahan demi kepentingan pragmatis. Rakyat tetap diberi ruang memilih saat pemilu, tetapi setelah itu suara mereka digantikan logika kompromi elite,” tambahnya.


Apry menegaskan, fenomena ini menjadikan demokrasi Indonesia hanya sebatas prosedural. “Bajunya demokrasi kerakyatan, tapi isinya demokrasi kartel,” tegasnya.


Sebagai solusi, ia mendorong adanya revitalisasi demokrasi kerakyatan melalui penguatan oposisi, pembatasan politik transaksional, serta pengembalian partai politik pada basis sosial rakyat.


“Demokrasi hanya bisa hidup sehat kalau rakyat benar-benar ditempatkan sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, bukan hanya sebagai penonton dalam panggung politik elite,” pungkasnya.



(Aldi)

Posting Komentar

0 Komentar