OnePlus.web.id – Padang, Sumatera Barat.29 Oktober 2025 Cerita legenda rakyat Indonesia kembali menjadi perhatian publik setelah kisah Malin Kundang, si anak durhaka dari Sumatera Barat, ramai diperbincangkan di berbagai media sosial. Legenda yang diwariskan secara turun-temurun ini bukan sekadar dongeng, tetapi juga menyimpan pesan moral mendalam bagi generasi muda tentang pentingnya menghormati orang tua.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Minangkabau, Malin Kundang adalah seorang pemuda miskin yang hidup bersama ibunya di pesisir Pantai Air Manis, Padang. Karena ingin memperbaiki nasib, Malin merantau ke negeri seberang dengan tekad kuat. Bertahun-tahun kemudian, ia berhasil menjadi saudagar kaya dan menikahi seorang gadis bangsawan.
Namun, ketika Malin kembali ke kampung halamannya, nasib tragis menantinya. Sang ibu yang telah lama menunggu dengan penuh harap justru tidak diakui oleh Malin. Ia malu mengakui ibunya yang tua dan miskin di hadapan istrinya yang bangsawan. Dengan hati hancur, sang ibu mengutuk anaknya yang durhaka itu menjadi batu. Tak lama setelah kapal Malin berlayar kembali, petir menyambar dan badai besar menghancurkan kapalnya , Malin pun berubah menjadi batu di tepi pantai.
Hingga kini, “Batu Malin Kundang” masih menjadi daya tarik wisata legendaris di Pantai Air Manis, Padang. Batu menyerupai manusia yang bersujud itu dipercaya masyarakat sebagai bentuk kutukan Malin Kundang. Wisatawan lokal maupun mancanegara banyak datang untuk melihat langsung peninggalan legenda ini.
Kisah ini bukan sekadar legenda, melainkan cermin kehidupan sosial masyarakat Minang yang menjunjung tinggi nilai-nilai hormat, kasih sayang, dan bakti kepada orang tua. Cerita Malin Kundang mengingatkan setiap generasi agar tidak lupa asal-usul dan tidak sombong meskipun telah sukses.
“Legenda ini mengandung nilai moral universal. Ia mengajarkan tentang pentingnya berbakti kepada orang tua dan rendah hati dalam hidup,” ujar salah satu budayawan Minangkabau, Darmawan Ismail, kepada OnePlus.web.id.
Cerita Malin Kundang terus diangkat dalam berbagai bentuk seni , mulai dari drama, film, hingga buku anak-anak , sebagai upaya menjaga warisan budaya Nusantara agar tetap hidup di tengah arus modernisasi.
R70T



0 Komentar