Jakarta,16 Oktober 2025 OnePlus.we.id Pernyataan bahwa Menteri Keuangan bisa “tidur saja” dan ekonomi Indonesia tetap mampu tumbuh hingga 5,7 persen memicu perdebatan di publik. Ucapan itu memancing tanggapan luas, baik dari kalangan akademisi, politisi, maupun masyarakat yang menyoroti arah kebijakan fiskal pemerintah.
Menteri Keuangan yang dimaksud adalah Dr. Purbaya Yudhi Sadewa, ekonom kawakan yang resmi menjabat sebagai Menteri Keuangan sejak 8 September 2025, menggantikan Sri Mulyani Indrawati. Sebelum menjabat Menkeu, Purbaya pernah memimpin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan dikenal sebagai sosok dengan pandangan ekonomi progresif.
“Tidur Saja” Jadi Sindiran atau Realitas?
Ungkapan “menteri tidur saja” disampaikan dalam konteks satir untuk menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat bertahan karena kekuatan domestik yang relatif stabil. Namun, banyak pihak menilai pernyataan itu terlalu sederhana dan menyepelekan kompleksitas kebijakan fiskal.
Beberapa pengamat menyebut ucapan tersebut justru menjadi refleksi terhadap keyakinan pemerintah bahwa fundamental ekonomi nasional masih kuat, meskipun tanpa perubahan besar.
Sementara pihak lain menilai, pemerintah perlu kerja keras dan strategi konkret agar proyeksi 5,7 persen dapat terwujud di tengah tekanan global.
Purbaya Tegaskan: “Anggaran Harus Dihabiskan”
Dalam beberapa pernyataannya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menekankan bahwa anggaran negara harus digunakan sepenuhnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Kalau anggaran tidak dihabiskan, berarti perencanaannya tidak realistis. APBN itu instrumen fiskal yang harus aktif mendorong ekonomi, bukan disimpan,”
ujar Purbaya dalam rapat kerja bersama DPR RI,
Purbaya juga berencana menarik kembali dana mengendap milik pemerintah daerah yang mencapai Rp 233,11 triliun, agar bisa dimanfaatkan untuk belanja produktif dan proyek daerah strategis.
Fokus Kebijakan dan Tantangan Fiskal
Beberapa langkah konkret yang tengah disiapkan Purbaya antara lain:
- Meningkatkan penerimaan pajak nasional, tanpa menaikkan tarif, melalui digitalisasi sistem pajak dan pengawasan lebih ketat.
- Memperkuat belanja produktif, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
- Menjaga inflasi agar tetap dalam kisaran 2,5–3,5 persen sehingga daya beli masyarakat tidak melemah.
- Meningkatkan penyaluran kredit ke sektor riil dan UMKM dengan menurunkan hambatan likuiditas.
Dalam laporan APBN 2025, pemerintah mencatat defisit sebesar Rp 371,5 triliun atau sekitar 1,56 persen PDB, dengan penerimaan negara mencapai Rp 1.863,3 triliun. Angka ini menunjukkan stabilitas fiskal masih terjaga di tengah tekanan global.
Proyeksi Ekonomi: Antara Optimisme dan Realita
Purbaya optimistis ekonomi Indonesia dapat tumbuh di kisaran 5,7 hingga 6 persen pada 2026, dengan dukungan kebijakan fiskal ekspansif dan investasi dalam negeri yang kuat.
Namun, lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia lebih konservatif, masing-masing memproyeksikan pertumbuhan Indonesia tahun 2025 di angka 4,8–4,9 persen.
Keduanya menilai, meskipun Indonesia tangguh, tantangan seperti pelemahan ekspor komoditas, nilai tukar, dan tekanan geopolitik masih perlu diwaspadai.
Menuju Pertumbuhan Berkelanjutan
Terlepas dari kontroversi kalimat “tidur saja”, Purbaya menegaskan bahwa stabilitas ekonomi dan disiplin fiskal tetap menjadi prioritas utama. Pemerintah berkomitmen menjaga keseimbangan antara ekspansi ekonomi dan kehati-hatian dalam pembiayaan utang.
“Kita ingin pertumbuhan tinggi, tapi bukan dengan cara boros. Kita tumbuh dengan disiplin, transparan, dan efisien,”
ujar Purbaya dalam laman resmi
Dengan pendekatan ini, target pertumbuhan 5,7 persen menjadi simbol optimisme baru di tengah situasi global yang dinamis.
Apakah optimisme ini realistis atau sekadar janji manis? Waktu dan implementasi kebijakan akan menjadi penentunya.
R70T)



0 Komentar