OnePlusWeb web. Id,4Desember 2025 Jakarta — Dalam satu dekade terakhir, gaya hidup bertato semakin populer di tengah masyarakat Indonesia, terutama di kalangan anak muda perkotaan. Tato kini tidak lagi sekadar tanda keberanian atau simbol tertentu, tetapi berkembang menjadi bentuk ekspresi seni tubuh (body art) yang memiliki nilai estetika tinggi. Meski demikian, keberadaan tato masih menimbulkan pro dan kontra, baik dari sisi budaya, moral, maupun pandangan sosial.
Fenomena ini menarik perhatian para pemerhati budaya, psikolog, hingga tokoh masyarakat, mengingat semakin kuatnya pergeseran gaya hidup modern yang berkelindan dengan arus kreativitas dan globalisasi.
Dari Tradisi ke Tren Modern
Tato bukan hal baru di Indonesia. Sejumlah daerah memiliki tradisi menato tubuh sebagai simbol status, keberanian, atau identitas suku, seperti:
- Dayak di Kalimantan,
- Mentawai di Sumatra Barat,
- Suku Moi di Papua, dan lainnya.
Pada masa kini, praktik tato tradisional tersebut tetap dipertahankan sebagai warisan budaya. Namun, meningkatnya tato modern—menggunakan teknik mesin elektrik dan desain kekinian—muncul sebagai tren gaya hidup urban.
Di studio tato besar di kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Bali, peminat tato semakin beragam: seniman, pekerja kantoran, atlet, mahasiswa, bahkan ibu rumah tangga.
Alasan Orang Memilih Bertato
Menurut pengamat budaya kontemporer, ada beberapa motif yang mendorong seseorang memilih untuk bertato:
-
Ekspresi Seni dan Kreativitas
Banyak orang menganggap tato sebagai “kanvas hidup” untuk mengekspresikan kepribadian, prinsip hidup, atau emosi tertentu. -
Simbol Makna Mendalam
Sebagian besar orang memilih tato dengan filosofi personal—misalnya nama keluarga, tanggal penting, mantra, atau simbol religius tertentu. -
Identitas dan Kepercayaan Diri
Tato kerap menjadi simbol keberanian, ketegasan diri, atau perjalanan hidup seseorang. -
Pengaruh Tren dan Budaya Pop
Tokoh publik, atlet, dan artis yang memiliki tato ikut mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap tato sebagai gaya hidup modern. Ontroversi: Antara Kebebasan Ekspresi dan Norma Sosial
Meski semakin diterima, tato tetap memunculkan perdebatan di masyarakat:
Pihak yang Pro:
- Menganggap tato sebagai bentuk ekspresi seni tubuh yang sah.
- Menilai tato tidak bisa menggambarkan karakter seseorang; tato hanyalah estetika personal.
- Mendukung kebebasan berekspresi tanpa diskriminasi, terutama di tempat kerja dan lingkungan pendidikan.
Pihak yang Kontra:
- Menganggap tato cenderung identik dengan perilaku negatif atau asosiasi kriminal.
- Menilai tato melanggar norma kesopanan di beberapa budaya lokal.
- Mengkhawatirkan dampak kesehatan jika dilakukan di tempat yang tidak steril.
Sejumlah psikolog menekankan, penilaian negatif terhadap orang bertato sering kali berasal dari stereotip lama yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Dilema di Dunia Kerja: Stigma yang Masih Kuat
Walaupun generasi muda semakin terbuka dengan tato, dunia profesional di Indonesia masih menaruh batasan. Banyak perusahaan—terutama sektor perbankan, penerbangan, layanan pelanggan, dan lembaga pemerintahan—memberlakukan aturan ketat mengenai tato yang terlihat.
Tidak sedikit pelamar kerja harus menutupi tato mereka dengan pakaian tertentu agar dianggap lebih “profesional”.
Pakar sumber daya manusia (SDM) menilai, situasi ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang berada di masa transisi antara norma tradisional dan gaya hidup modern.
Dunia Medis: Risiko dan Edukasi yang Diperlukan
Para tenaga medis mengingatkan pentingnya:
- memilih studio tato yang steril,
- memastikan jarum sekali pakai,
- memahami risiko infeksi, alergi tinta, dan hepatitis,
- serta prosedur perawatan kulit setelah penatoan.
Dokter estetika menegaskan bahwa tato secara umum aman selama dikerjakan di studio profesional yang memenuhi standar kebersihan.
Media Sosial Mengubah Persepsi
Platform seperti Instagram dan TikTok membuat seniman tato semakin mudah menunjukkan karya mereka kepada publik. Banyak studio tato lokal berkembang pesat berkat kreator konten dan influencer yang mengadvokasi tato sebagai seni, bukan stigma.
Generasi muda memandang tato sebagai bentuk ekspresi stylish, modern, dan tidak lagi berkaitan dengan hal-hal negatif.
Seni, Kreativitas, dan Masa Depan Tato di Indonesia
Pengamat budaya menyimpulkan bahwa tato tidak dapat lagi dilihat secara hitam putih. Ia berada di wilayah tengah—antara seni, identitas, dan persepsi sosial—yang terus berkembang seiring berubahnya cara masyarakat memahami keberagaman ekspresi diri.
“Selama tato dipahami sebagai seni dan identitas, bukan label negatif, maka masyarakat dapat lebih menghargai perbedaan,” ujar seorang ahli budaya kontemporer.
Dengan meningkatnya kesadaran, edukasi, dan keterbukaan, tato diperkirakan akan semakin diterima sebagai bagian dari perkembangan seni dan gaya hidup modern di Indonesia.
Reina



0 Komentar