Iklan

header ads

Mirisnya Kehidupan Remaja Perempuan: Fenomena Pelarian dari Rumah, Krisis Moral, dan Pentingnya Peran Orang Tua serta Pemerintah


OnePlusWeb web. Id  ,4 Desember 2025 Jakarta —
Fenomena remaja perempuan yang memilih kabur dari rumah dan hidup bebas di luar kontrol keluarga kini semakin sering menjadi sorotan publik. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya terjerumus dalam pergaulan berisiko, mulai dari tinggal berpindah-pindah tempat, mengecap kebebasan tanpa batas, hingga menandai tubuh mereka dengan tato sebagai simbol “kebebasan” atau bentuk pelampiasan emosional.

Kondisi ini memunculkan kekhawatiran serius terhadap krisis moral dan rapuhnya pondasi karakter sebagian remaja di Indonesia. Para pakar menilai bahwa meningkatnya kasus ini tidak lepas dari kombinasi faktor keluarga, lingkungan sosial, dan pengaruh media digital yang semakin tak terkendali.


Fenomena Remaja Kabur dari Rumah Meningkat

Data lembaga pemerhati anak menunjukkan adanya peningkatan laporan remaja kabur dari rumah dalam dua tahun terakhir. Remaja perempuan menjadi kelompok yang rentan, terutama mereka yang berasal dari keluarga dengan konflik internal, kurangnya perhatian orang tua, atau tekanan sosial di sekolah.

Menurut psikolog klinis, tindakan kabur dari rumah biasanya merupakan puncak dari:

  • Stres emosional,
  • Konflik keluarga,
  • Rasa tidak didengarkan,
  • Tuntutan lingkungan,
  • Pengaruh teman sebaya.

“Remaja kabur dari rumah bukan semata pemberontakan. Itu adalah jeritan bahwa mereka membutuhkan perhatian, dialog, dan rasa aman,” ujar seorang psikolog remaja.


Menandai Tubuh sebagai Bentuk Pencarian Identitas

Salah satu tren yang mengiringi fenomena ini adalah tindakan menandai tubuh, seperti membuat tato kecil, goresan, atau simbol tertentu yang dianggap sebagai “penegasan identitas”.

Bagi sebagian remaja perempuan yang tertekan atau mengalami kesepian, tindakan ini dijadikan:

  • Simbol keberanian,
  • Bentuk perlawanan terhadap keluarga,
  • Representasi kekecewaan,
  • Penanda bahwa mereka “putus” dari masa lalu.

Namun para ahli mengingatkan bahwa banyak dari keputusan tersebut dilakukan secara impulsif, tanpa pertimbangan kesehatan dan masa depan.


Pergaulan Bebas dan Risiko Sosial yang Mengintai

Hidup bebas di luar kontrol keluarga sering membawa mereka ke lingkungan yang bertentangan dengan norma keselamatan. Kasus-kasus berikut semakin sering muncul:

  • Penggunaan kosmetik dan penampilan ekstrem untuk diterima kelompok tertentu,
  • Pergi malam hari tanpa pengawasan,
  • Tinggal bersama teman yang baru dikenal,
  • Penggunaan alkohol ringan,
  • Terlibat pertemanan toksik atau hubungan tidak sehat.

Situasi ini membuka celah bagi eksploitasi dan penyalahgunaan, terutama bagi remaja perempuan yang rentan secara emosional.


Pengaruh Media Sosial dan Budaya "Keren-kerenan"

Media sosial memperbesar fenomena ini melalui konten-konten glamorisasi kebebasan tanpa batas. Banyak remaja yang terpengaruh oleh:

  • Konten “life on the street”,
  • Gaya hidup bebas ala influencer,
  • Tantangan tren berisiko,
  • Ide bahwa kabur dari rumah adalah cara menjadi mandiri.

Padahal, di balik itu semua terdapat realitas keras dan penuh risiko yang jarang ditampilkan.


Peran Orang Tua: Komunikasi yang Hilang, Dampaknya Nyata

Pakar keluarga menilai akar utama dari persoalan ini adalah putusnya komunikasi sehat antara orang tua dan anak. Banyak orang tua terlalu fokus pada pekerjaan, kurang memahami bahasa emosional remaja, atau memberi tekanan berlebihan terkait prestasi.

Orang tua dianjurkan untuk:

  • Menjadi tempat bercerita tanpa menghakimi,
  • Membangun kedekatan emosional sejak dini,
  • Menciptakan rumah yang aman secara psikologis,
  • Mengawasi aktivitas digital anak secara wajar,
  • Membangun kepercayaan dua arah.

“Remaja yang merasa didengar, dihargai, dan diterima di rumah kecil kemungkinan mencari pelarian di luar,” jelas pakar hubungan keluarga.


Tanggung Jawab Pemerintah dan Sekolah

Fenomena ini tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada keluarga. Pemerintah perlu memperkuat:

Sekolah memiliki peran besar karena tempat inilah remaja menghabiskan sebagian besar waktu mereka.


Menuju Generasi Remaja yang Terlindungi dan Berkarakter

Para pakar sepakat bahwa permasalahan remaja perempuan yang kabur dari rumah bukan sekadar soal kenakalan, melainkan cermin dari lemahnya sistem perlindungan dan komunikasi sosial.

Butuh kerja sama orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang:

  • Membimbing,
  • Mengarahkan,
  • Melindungi,
  • Dan memberi ruang tumbuh yang sehat.

“Remaja perempuan adalah generasi masa depan. Tanpa pendampingan, mereka kehilangan arah; dengan perhatian yang tulus, mereka bisa tumbuh menjadi generasi tangguh dan bermoral,” ujar seorang pemerhati anak.

Fenomena ini menjadi alarm bahwa Indonesia perlu meningkatkan kepedulian, komunikasi keluarga, dan sistem perlindungan remaja untuk mencegah mereka jatuh lebih jauh dalam pola hidup berisiko.


Reina 

Posting Komentar

0 Komentar